× Lecturer
Student

Knowledge
Wakaf
Check Certificate About
 

Tips Sukses Menjalani Madrasah Ruhaniyah Ramadhan


 
 


#

Summary. Melihat begitu istimewa, agung dan sucinya bulan ramadhan, mestinya menjadikan kita, sebagai umat Islam menyambutnya dan mengisinya dengan amalan-amalan yang istimewa juga. Namun sayangnya, bulan ramadhan biasanya lebih diisi dengan kemeriahan yang bersifat seremonial dan dhahir atau fisik belaka. Baju baru, makanan yang berlimpah, buka puasa bersama, acara tv yang tiba-tiba serba ”bernuansa agama”, dan lain-lain. Tapi, pada saat yang sama, mengghibah masih tetap jalan, melanggar lalu lintas masih dilakukan, menyakiti tetangganya dengan kata-kata pedasnya masih terus terjadi, korupsi masih marak, menyebar hoax dan tulisan-tulisan yang berupa cacian masih juga masih menghiasi media sosial. Intinya, tawaran inti dari ramadhan dan puasa yaitu imsak, latihan mengendalikan diri, masih belum menjadi agenda utama dalam mengisi ramadhan.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa” (Al-Baqarah 2:183)

 

Dalam sebuah kesempatan menyambut bulan suci ramadhan, Rasulullah mengumpulkan para sahabatnya dan kemudian memberikan beberapa nasehat. Beliau mengatakan, ”Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat, dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam paling utama. Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan-Nya. Di bulan ini napas-napasmu menjadi tasbih, tidurmu adalah ibadah, amal-amalmu diterima, dan doa-doamu diijabah.

 

Melihat begitu istimewa, agung dan sucinya bulan ramadhan, mestinya menjadikan kita, sebagai umat Islam menyambutnya dan mengisinya dengan amalan-amalan yang istimewa juga. Namun sayangnya, bulan ramadhan biasanya lebih diisi dengan kemeriahan yang bersifat seremonial dan dhahir atau fisik belaka. Baju baru, makanan yang berlimpah, buka puasa bersama, acara tv yang tiba-tiba serba ”bernuansa agama”, dan lain-lain. Tapi, pada saat yang sama, mengghibah masih tetap jalan, melanggar lalu lintas masih dilakukan, menyakiti tetangganya dengan kata-kata pedasnya masih terus terjadi, korupsi masih marak, menyebar hoax dan tulisan-tulisan yang berupa cacian masih juga masih menghiasi media sosial. Intinya, tawaran inti dari ramadhan dan puasa yaitu imsak, latihan mengendalikan diri, masih belum menjadi agenda utama dalam mengisi ramadhan.

 

Dalam suatu hadits riwayat Imam Ahmad dikabarkan bahwa Rasulullah saw. menaiki mimbar (untuk berkhutbah). Menginjak anak tangga pertama beliau mengucapkan ”Amin”, begitu pula pada anak tangga kedua dan ketiga. Seusai shalat para sahabat bertanya, ”mengapa Rasulullah mengucapkan ”Amin”? Beliau menjawab, ”malaikat Jibril datang dan berkata, ”kecewa dan merugi seseorang yang namamu disebut dan dia tidak mengucap shalawat atasmu” lalu berkata ”Amin”. Kemudian Jibril berkata lagi, ”kecewa dan merugi orang yangberkesempatan hidup bersama kedua orang tuanya tetapi dia tidak bisa masuk surga”. Lalu aku mengucapkan ”Amin”. Kemudian Jibril berkata lagi, ”kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup pada bulan ramadhan tetapi tidak terampuni dosa-dosanya”. Lalu aku mengucapkan ”Amin”.

 

Karenanya, kita harus melanjutkan kemeriahan dhahir dan fisik ramadhan dengan kemeriahan yang bersifat batin dan hakiki. Mari kita jadikan ramadhan tahun ini sebagai madrasah ruhaniah untuk meramadhankan hati kita. Sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang merugi sebagaimana sabda Nabi di atas, yaitu orang-orang yang tidak dalam kondisi terampuni dosa-dosanya ketika meninggalkan ramadhan.

 

Bulan Ramadhan yang istimewa dan agung adalah madrasah ruhaniyah atau sekolah ruhani yang ditawarkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman. Layaknya sebuah sekolah, maka ramadhan menawarkan beberapa mata kuliah yang sangat bermanfaat buat manusia. Di antara mata kuliah itu adalah :

 

1. Puasa

Kata puasa, secara bahasa berasal dari kata shaama-yashuumu-shauman yang artinya imsak (menahan). Pengertian kebahasaan ini dipersempit maknanya dengan “menahan diri dari makan, minum, dan melakukan hubungan seksual dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari”. Dalam Al- Qur‘an, kata puasa dalam berbagai derivasinya disebut sebanyak 13 kali, 12 kali memakai kata shiyam yang kesemuanya dalam arti puasa fisik, dan satu kali menggunakan kata shaum yang maknanya menahan diri untuk tidak berbicara ( tentang kisah seorang perempuan suci yang melahirkan Nabi Isa a.s., yaitu Maryam “Maka makan, minum, dan tenangkan hatimu. Jika kamu berjumpa dengan manusia katakan saja, Aku sudah berjanji kepada Tuhan Yang Maha Pengasih untuk melakukan shaum. Aku tidak akan berbicara kepada seorang pun pada hari ini”. (Surat Maryam 19:26).

 

Kisah di atas, menurut Sayyid Haydar Amuli, merupakan acuan puasa tarekat atau hakikat. Baginya, kita bergerak lebih jauh lagi dalam puasa kita. Kita berusaha mengendalikan diri kita lahir dan batin. Puasa mencakup pengendalian diri atas seluruh anggota badan, pikiran, imajinasi dan hati kita dari melakukan segala macam dosa. Cak Nur dalam bukunya “Pesan-pesan Takwa” mengatakan bahwa puasa tidak boleh sekedar puasa badani (puasa fisik hanya menahan rasa lapar, dahaga dan hasrat seksual), tetapi harus dilanjutkan dengan puasa nafsani (menahan nafsu dari keinginan dan perilaku yang akan menjatuhkan martabat kemanusiaan). Karena itulah, para sufi mempersamakan puasa dengan sikap sabar, baik secara bahasa maupun hakikatnya (Surat Az-Zumar 39:10)

 

Sayyed Hosein Nasr mengatakan bahwa aspek paling penting dari puasa adalah ujung pedang pengendalian diri yang diarahkan kepada jiwa hewani dan nafs ammarah bis su`i, jiwa yang memang selalu mengajak kepada keburukan.

 

Selain itu, puasa merupakan latihan dan ujian kesadaran akan adanya Tuhan yang Maha Hadir (Ompnipresence), dan yang tidak pernah lengah sedikit pun dalam pengawasan-Nya terhadap segala tingkah laku hamba-hamba-Nya. Puasa adalah penghayatan nyata akan makna firman bahwa “Dia (Allah) itu bersama kamu di mana pun kamu berada, dan Allah itu Maha Mengetahui akan segala sesuatu yang kamu kerjakan” (Surat Al-Hadid 57:4). “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah “ (Surat Al- Baqarah 2:115). “Sungguh Kami telah menciptakan manusia,dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri” (Surat Qaf 50:16).

 

Jadi inti pendidikan Ilahi melalui ibadah puasa ialah penanaman dan pengukuhan kesadaran yang sedalam-dalamnya akan keMaha Hadiran Allah atau muraqabah. Adalah kesadaran ini yang melandasi ketaqwaan atau merupakan hakikat ketaqwaan itu, dan yang membimbing seseorang ke arah tingkah laku yang baik dan terpuji.

 

Jadi, ibadah puasa adalah sarana pendidikan Ilahi untuk menanamkan ketaqwaan vertikal, kesadaran akan Allah setiap saat. Tetapi ketaqwaan vertikal yang bersifat individual ini mestilah melahirkan adanya aspek sosial pada kehidupan nyata di dunia ini. Dan sesungguhnya ketaqwaan sosial atau horisontal adalah sisi lain dari mata uang logam yang sama, yang sisi pertamanya ialah ketaqwaan vertikal dan pribadi. Ini berarti bahwa dalam kenyataanya, kedua jenis ketaqwaan itu tidak bisa dipisahkan, sehingga tiadanya salah satu dari keduanya akan mengakibatkan peniadaan yang lain. Oleh karena itu para ulama senantiasa menekankan bahwa salah satu hikmah puasa ialah penanaman rasa solidaritas sosial.

 

Sementara itu, Quraisy Shihab dalam buku Wawasan Al- Qur‘an, mengatakan bahwa puasa juga merupakan sarana manusia untuk meneladani sifat-sifat Allah, nama-nama Allah yang baik (Al-Asmaul al-husna), sesuai dengan kedudukan manusia sebagai hamba-Nya. Nabi bersabda: ” Takhallaquu bi akhaqillah, berakhlaklah dengan sifat-sifat dan akhlak Allah”. Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya. Karena itu, nilai puasa yang sesungguhmya ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut, bukan pada sisi lapar dan dahaga, sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi bersabda: ”Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga” (H.R. Ibnu Majah).

 

2. Menghidupkan Malam-malam Ramadhan

Salah satu ibadah yang dianjurkan nabi saw. untuk diamalkan pada bulan ramadhan adalah shalat tarawih. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah disebutkan, “Sesungguhnya Rasulullah saw. memotivasi mereka untuk mendirikan qiyam ramadhan, tetapi tidak mewajibkannya. Lalu beliau bersabda, "Barang siapa mendirikan (qiyam) ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Meskipun memotivasi kaum muslim untuk mendirikan qiyam ramadhan (tarawih), Nabi saw. jarang melakukannya di masjid. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. disebutkan bahwa pada suatu malam Nabi saw. mendirikan shalat tarawih di masjid sehingga banyak orang mengikutinya. Pada malam kedua beliau kembali mendirikan shalat tarawih dan semakin banyak orang yang mengikutinya, begitu pun pada malam ketiga. Di malam keempat, banyak orang yang sudah siap bermakmum kepada Nabi saw., tetapi beliau tak kunjung datang di masjid. Mereka terus menunggunya, tetapi Nabi saw. tak datang ke masjid malam itu. Keesokan harinya beliau bersabda, “Aku tahu apa yang kalian kerjakan tadi malam. Tak ada halangan bagiku untuk berkumpul bersama kalian, hanya aku khawatir shalat itu menjadi wajib atas kalian.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam penjelasan riwayat itu disebutkan bahwa Nabi saw. datang ke masjid pada malam ke 23, 25 dan 27 ramadhan. Hanya pada tiga malam itulah beliau menyertai jamaah melakukan qiyam ramadhan. Beliau datang selepas tengah malam. Menurut hadits yang diriwayatkan dari Jabir r.a., Nabi saw. shalat bersama mereka pada tiga malam itu sebanyak delapan rakaat, kemudian mendirikan shalat witir tiga rakaat. (H.R. Ibn Hibban). Hadits inilah yang dijadikan alasan sementara kaum muslimin melakukan tarawih sebanyak delapan rakaat ditambah tiga rakaat witir. Akan tetapi, ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa sehabis shalat di masjid para jamaah masih menambah shalat di rumah masing-masing, sehingga mencapai 20 rakaat (H.R. Ali bin Al Ja`d dalam Musnadnya)

 

3. Tadarus Al-Qur’an
Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur`an, sehingga ramadhan disebut juga syahrul qur`an (bulan Al- Qur`an). Maka, aktifitas lain yang harus lebih banyak kita kakukan di bulan ramadhan adalah tadarrus1 Al-Qur’an, yang meliputi aktivitas tilawah (membaca), tafahhum (memahami), dan tadabbur (merenungkan) serta menyempurnakanya dengan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

 

Proses tadarus dimulai dengan tilawah. Ketika membaca Al-Qur’an (tilawah), selayaknya kita memperhatikan kefasihan, ketepatan tajwid (tartil), dan keindahan bacaanya (tazyin). Pada tataran tafahhum (upaya memahami), perhatian kita tidak hanya terpusat pada tilawah yang diiringi tajwid dan keindahan bacaan, tetapi kita mulai berusaha memahami makna dan hakikat di balik ayat-ayat Al-Qur’an. Dari tahapan tafahhum kita meningkat menuju tadabbur. Pada tahap ini, kita berusaha memantapkan makna yang telah kita pahami sehingga kita dapat menghayatinya secara utuh. Pemantapan itu dimulai dengan merenungkan makna yang telah melekat dalam pikiran sehingga makna ini semakin mantap dan terkait dengan kenyataan hidup yang kita alami. Al-Qur’an menegaskan, “Apakah mereka tidak merenungi Al-Qur’an, ataukah pada hati mereka ada sesuatu yang menguncinya.” (Muhammad 47 : 24). Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Tidak ada kebaikan pada ibadah yang tidak dipahami dan tidak ada bacaan Al-Qur’an tanpa tadabbur.”

 

Setelah proses tilawah, tafahhum dan tadabbur selesai, maka proses selanjutnya adalah mengamalkan dan menjadikan Al-Qur’an sebagai akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Proses ini sering disebut sebagai upaya untuk “membumikan” Al-Quran. Al-Quran tidak lagi hanya kumpulan teks atau firman Tuhan yang terdiri dari 30 Juz dan 114 Surah, tetapi merupakan sumber inspirasi dan pedoman hidup manusia dalam mengarungi kehidupan mereka. Al-Quran tidak lagi hanya sebagai ajaran yang melangit tetapi sudah membumi lewat umat Islam yang akhlak dan perilakunya sesuai dengan ajaran Al- Quran. Ketika Aisyah a.r. ditanya para sahabat tentang akhlak Rasulullah Saw, Aisyah menjawab : “ Kaana khuluquhul Al- Quran, Bahwanya akhlak Rasulullah adalah Al-Quran” (H.R.Muslim). Rasulullah adalah Al-Quran berjalan. Beliau adalah model paling ideal pengamal Al-Quran. Pada pribadi beliau ada uswatun hasanah, contoh atau teladan yang baik. Allah berfirman, “ Sungguh telah ada buat kalian pada pribadiRasulullah Saw. teladan yang baik bagi orang yang mendambakan bertemu Allah dan hari akhir, dan yang banyak mengingat Allah” (Q.S. Al-Ahzab 33: 21).

 

4. Iktikaf dan Dzikir

Iktikaf menurut istilah syara’ adalah diam di tempat khusus (masjid) dengan cara yang khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam sirah Nabi saw. disebutkan bahwa beliau semakin intensif melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan sehingga beliau menemui ajalnya. (H.R. Bukhari Muslim). Tidak hanya itu, Nabi saw. juga membangunkan keluarganya untuk menghidupkan malam- malam akhir ramadhan.

 

Amal yang dilakukan selama iktikaf adalah amal yang dikhususkan untuk mengingat Allah (dzikrullah). Karena itu, dzikir memiliki posisi yang sangat penting saat kita iktikaf. Keduanya tak dapat dipisahkan. Iktikaf tidak akan bermakna tanpa dzikir dan dzikir sukar terlaksana secara khusyuk di luar iktikaf.

 

5. Laylatur Qadar : Malam Seribu Bulan Yang Diberkahi

Ada banyak riwayat yang bertutur tantang Malam Kemuliaan (Laylatul Qadar). Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Nabi saw. menceritakan kepada para sahabat tentang orang terbaik dari kalangan Israil yang beribadah selama 1000 bulan. Saat mendengar cerita itu, para sahabat merasa iri, karena mereka tidak bisa mendapatkan kemuliaan serupa. Karena itu, Allah menganugerahkan Laylatul Qadar untuk umat Nabi Muhammad saw.

 

Dalam hadits lain disebutkan bahwa Nabi sa. menyebutkan nama empat orang yang paling baik (saleh) dari kalangan Israil, yaitu Jonah, Zakariah, Ezekiel, dan Joshua. Mareka masing- masing menghabiskan waktu delapan puluh tahun untuk beribadah secara ikhlas kepada Allah. Ketika cerita disampaikan oleh Nabi saw., para sahabat gundah karena amal mereka tidak akan bisa menyaingi keempat orang saleh itu. Maka, Jibril turun menyampaikan wahyu dari Allah, yaitu Surah al-Qadr (97) yang di antaranya menyampaikan kabar gembira tentang satu malam yang nilai ibadah di dalamnya menyamai 1000 bulan. Malam itu penuh berkah dari Allah, karena para malaikat dan ruh turun ke bumi membawa rahmat-Nya.

 

Jadi, selayaknya kita memusatkan perhatian lebih banyak agar mendapatkan malam kemuliaan dengan cara terus beribadah kepada Allah, terutama di sepuluh malam terakhir bulan ramadhan. Untuk menyambut malam seribu bulan yang penuh berkah itu, Nabi saw. memerintahkan kita memperbanyak iktikaf, dzikir, istighfar, dan amal-amal ibadah lainnya. Beliau bersabda, “Sambutlah Laylatul Qadar pada sepuluh terakhir ramadhan.” (H.R. Bukhari Muslim). Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dari Anas ibn Malik disebutkan bahwa nabi saw. bersabda, “Pada malam qadar Jibril turun dengan sekelompok malaikat dan berdoa untuk kebaikan semua orang yang mereka saksikan sedang sibuk beribadah.”

 

6. Bekerja dan Bersedekah

Meskipun bulan ramadhan adalah bulan istimewa, kita tidak diperintahkan untuk meninggalkan tugas keseharian kita dan menghabiskan waktu untuk “beribadah”. Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang menganjurkan kita menjemput rezeki yang telah Allah siapkan untuk kita. Di antaranya Allahberfirman, “Apabila shalat telah ditunaikan, bertebaranlah di muka bumi dan carilah dari karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu mendapatkan kesuksesan (dan keberkahan).” (al-Jumu’ah 62 : 10)

 

Kendati demikian, Allah tidak menyukai orang yang menumpuk harta tanpa memedulikan orang yang membutuhkan. Rezeki yang Allah anugerahkan harus beredar di antara orang banyak, bukan hanya di kalangan orang kaya saja : “Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang kaya di antara kamu.” (al-Haysr 59 :7)

 

Bulan ramadhan adalah bulan istimewa untuk berbagi. Banyak hadits yang menggambarkan Nabi saw. sebagai sosok yang sangat pemurah dan dermawan, lebih-lebih di bulan suci ramadhan. Salah satu sebabnya adalah karena sedekah di bulan ramadhan jauh lebih istimewa dibanding bulan-bulan lain. Nabi bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan ramadhan.” (H.R. al-Tirmidzi)

 

Jadi, ramadhan merupakan bulan istimewa bagi kaum beriman untuk membuktikan keimanannya dengan mengamalkan berbagai amal saleh. Segala amal saleh yang kita lakukan di bulan ramadhan akan meningkatkan kualitas puasa kita sehingga mencapai derajat puasa ruhani. Puncak pencapaian spiritual melalui puasa terjadi ketika kita mendapat limpahan kedamaian bersama para malaikat pada Malam Kemuliaan dalam naungan ridha dan berkah Allah. Dalam keadaan seperti itu ruh kita membubung semakin mendekati Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

 

Ijazah Muttaqin

Dengan enam mata kuliah penting yang ditawarkan ramadhan di atas, maka tujuan puasa yang sesungguhnya akan tercapai. Yaitu menjadi muttaqiin, orang yang selalu menjaga dirinya dengan jalan selalu melaksanakan perintah Allah dan menghindari serta menjahui segala hal yang mengantarkannya pada kelalaian dan melanggar larangan-Nya dengan cara menyadari kehadiran Allah setiap saat di manan pun dia berada. Seorang muttaqiin adalah orang yang sudah siap menjadi khalifatullah fil ardh, menjadi wakil Allah di muka bumi, untuk melakukan transformasi sosial : mengubah yang buruk menjadi baik, yang bodoh menjadi pintar, yang lapar menjadi kenyang, yang salah menjadi benar, yang sakit menjadi sembuh, yang tersesat menjadi terarah, dan yang teraniaya menjadi merdeka. Dr. Falih bin Muhammad dalam bukunya : wafaqaatu ma`ash shaaimiin mengatakana : ”Bila engkau ingin tahu hakikat orang yang bertakwa. Maka dia adalah yang membuktikan ucapannya dengan tindakan. Bila seseorang bertakwa kepada Allah, maka akan taat kepada-Nya. Kedua tangannya selalu bergerak dalamkebaikan dan kemuliaan”. Dan orang seperti inilah yang akan mendapatkan janji Allah dalam hadis qudsi-Nya, Allah berfirman, ”Semua amal putra putri Adam untuk dirinya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang memberi ganjaran atasnya”.

 

Selain ijazah muttaqin, orang yang sukses mengambil mata lima mata kuliah di atas akan mendapatkan ampunan Allah, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya, idul fitri (kembali suci).

 

Semoga dengan menjadikan ramadhan sebagai sekolah ruhani, kita menjadi pribadi yang punya pengendalian diri, tumbuh kesadaran kita akan Allah di setiap moment hidup kita, tumbuh pula empati dan kesadaran sosial kita, dan menjadi pribadi yang lebih baik (berkah hidupnya) serta menjadi Al Quran sebagai sabahat dan pedoman dalam mengarungi kehidupannya. Aamiin ya mujiibas saailin.

 

Wallahu a’lam bish shawwab, dan Allah lebih mengetahui yang sejatinya benar.