Summary. Bulan Ramadhan baru saja meninggalkan kita. Selama sebulan penuh kita diundang oleh Allah menjadi tamu-Nya untuk digembleng lewat berbagai macam amalan dan ibadah. Pertanyaanya adalah apakah kita termasuk orang yang sukses menjalani sekolah ruhani ramadhan atau tidak? Karenanya menjadi penting di hari raya Idul fitri ini kita mengevauasi apakah kita termasuk orang-orang yang meraih kemenangan atau suskes meraih kembali dalam kesucian ataukah kita hanya mendapat ucapan selamat hari raya idul fitri, tapi tidak terampuni dosa-dosa kita.
Bulan Ramadhan baru saja meninggalkan kita. Selama sebulan penuh kita diundang oleh Allah menjadi tamu-Nya untuk digembleng lewat berbagai macam amalan dan ibadah. Pertanyaanya adalah apakah kita termasuk orang yang sukses menjalani sekolah ruhani ramadhan atau tidak? Karenanya menjadi penting di hari raya Idul fitri ini kita mengevauasi apakah kita termasuk orang-orang yang meraih kemenangan atau suskes meraih kembali dalam kesucian ataukah kita hanya mendapat ucapan selamat hari raya idul fitri, tapi tidak terampuni dosa-dosa kita.
Ramadhan adalah Sekolah Rohani
Bulan Ramadhan yang istimewa dan agung adalah madrasah ruhaniyah atau sekolah ruhani yang ditawarkan oleh Allah kepada orang- orang yang beriman. Layaknya sebuah sekolah, maka ramadhan menawarkan beberapa mata kuliah yang sangat bermanfaat buat manusia. Di antara mata kuliah itu adalah :
Pertama, ramadhan menawarkan mata kuliah imsak. Lewat ibadah puasa, ramadhan melatih manusia untuk bisa mempunyai pengendalian diri atau imsak. Kata puasa, secara bahasa berasal dari kata shaama- yashuumu-shauman yang artinya imsak (menahan). Pengertian kebahasaan ini dipersempit maknanya dengan “menahan diri dari makan, minum, dan melakukan hubungan seksual dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari”. Dalam Al-Qur‘an, kata puasa dalam berbagai derivasinya disebut sebanyak 13 kali, 12 kali memakai kata shiyam yang kesemuanya dalam arti puasa fisik, dan satu kali menggunakan kata shaum yang maknanya menahan diri untuk tidak berbicara ( tentang kisah seorang perempuan suci yang melahirkan Nabi Isa a.s., yaitu Maryam “Maka makan, minum, dan tenangkan hatimu. Jika kamu berjumpa dengan manusia katakan saja, Aku sudah berjanji kepada Tuhan Yang Maha Pengasih untuk melakukan shaum. Aku tidak akan berbicara kepada seorang pun pada hari ini”. (Surat Maryam 19:26).
Kisah di atas, menurut Sayyid Haydar Amuli, merupakan acuan puasa tarekat atau hakikat. Baginya, kita bergerak lebih jauh lagi dalam puasa kita. Kita berusaha mengendalikan diri kita lahir dan batin. Puasa mencakup pengendalian diri atas seluruh anggota badan, pikiran, imajinasi dan hati kita dari melakukan segala macam dosa. Filosof Islam abad ke 10, Ibnu Sina, mengatakan kita akan mendapatkan surga yang dijanjikan oleh Allah kalau kita mampu mengfungsionalkan delapan potensi yang ada pada diri kita. Delapan potensi ini juga merupakan tingkatan surga yang akan kita raih, yaitu lima panca indera, akal atau intelektual, emosi, dan terakhir hati atau potensi spiritual. Jadi, kalau kita tarik ke ibadah puasa, secara hakikat kita tidak hanya mencegah panca indera kita dari hal-hal yang dilarang Allah, tetapi juga harus menahan fikiran, emosi dan hati kita dari hal-hal yang melalaikan Allah.
Puasa adalah sebuah metode kedisiplinan yang diperlukan manusia dalam kehidupannya sehari-hari, baik ketika mengurusi masalah-masalah kecil di rumah tangganya, maupun masalah-masalah besar dalam masyarakat, negara, dan dunianya. Puasa adalah sebuah metode tentang kebutuhan manusia untuk menahan, menyaring, menjernihkan, membeningkan dan mensubli- masikan apa pun saja di dalam kehidupan.
Puasa adalah sebuah metode dan disiplin agar kita melatih diri untuk melakukan apa yang pada dasarnya tidak kita senangi serta tidak melakukan apa yang pada dasarnya kita senangi. Cobalah kita pandangi diri kita di cermin dan tataplah segala sesuatu di rumah kita : betapa kebanyakan dari kenyataan hidup kita ”bersifat hari raya”, yaitu memenuhi kesenangan.
Maka, itulah manfaat dan inti puasa. Melatih kita untuk menjadi manusia yang mampu menaklukan kesenangannya. Mampu lebih besar dan mengatasi kesenangannya. Mampu minum jamu pahit yang tidak enak. Mampu lapar dan haus. Mampu mengorbankan kesenangannya demi kewajiban dari Allah dan kebaikan bagi sesama manusia.